Masjid Tertua di Bulukumba Telah Berusia 422 Tahun, Jejak Penyebaran Islam oleh Ulama Minangkabau
0 menit baca
LINTASMAKASSAR.COM, BULUKUMBA, 9 Juli 2025 - Kabupaten Bulukumba, yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan, menyimpan salah satu peninggalan sejarah penting dalam penyebaran agama Islam di kawasan timur Indonesia. Masjid Nurul Hilal Dato’ Tiro, yang dahulu dikenal sebagai Masjid Hila-Hila, kini telah berusia 422 tahun dan menjadi simbol awal mula masuknya Islam di wilayah ini.
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan pada abad ke-16 hingga ke-17 banyak dilakukan melalui jalur perdagangan dan dakwah para ulama besar. Tokoh-tokoh penting seperti Syekh Yusuf Al-Makassari, serta tiga ulama asal Minangkabau yang dikenal sebagai Datuk Ri Bandang, Datuk Ri Tiro, dan Datuk Pattimang, memainkan peran sentral dalam proses Islamisasi di Tanah Bugis dan Makassar.
Salah satu tokoh utama yang membawa Islam ke Bulukumba adalah Datuk Ri Tiro, yang juga dikenal dengan nama Abdul Jawad atau Khatib Bungsu. Ia diutus oleh Kerajaan Aceh untuk menyebarkan Islam di Sulawesi Selatan, khususnya kepada kalangan bangsawan dan penguasa Kerajaan Tiro serta masyarakat sekitarnya.
Kisah masuk Islamnya Raja Tiro menjadi momen bersejarah yang mengawali pendirian masjid ini. Saat hendak mengucapkan dua kalimat syahadat, sang raja hanya mampu mengucapkan kata “Hila-Hila”, yang kemudian menjadi nama awal masjid tersebut. Nama masjid kemudian berganti menjadi Masjid Nurul Hilal Dato’ Tiro seiring berjalannya waktu.
Masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 1603 M, menjadikannya salah satu masjid tertua di Sulawesi Selatan. Berlokasi di Kampung Hila-Hila, Kelurahan Ekatiro, Kecamatan Bontotiro, Masjid Nurul Hilal Dato’ Tiro tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi saksi sejarah penyebaran Islam di Bulukumba.
Arsitektur masjid mencerminkan perpaduan budaya Nusantara. Kubahnya terdiri dari tiga tingkat yang menyerupai bangunan adat Jawa, sementara desain jendela mengadopsi gaya rumah tradisional Sulawesi Selatan. Di sisi luar, berdiri dua menara setinggi 20 meter yang menambah keagungan bangunan. Di dalam masjid, terdapat empat pilar utama yang dihiasi kaligrafi, berdiri kokoh di keempat sudut ruangan.
Keunikan lain dari kompleks masjid ini adalah keberadaan kolam Hila-Hila, atau dikenal juga sebagai Sumur Panjang. Berdasarkan cerita masyarakat, kolam ini muncul dari mata air yang keluar setelah tongkat Datuk Ri Tiro ditancapkan ke tanah. Hingga kini, kolam tersebut masih digunakan masyarakat sekitar maupun wisatawan untuk mandi dan menjadi daya tarik wisata religi.
Sekitar 100 meter dari masjid, terdapat makam Datuk Ri Tiro, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari situs sejarah ini. Karena usia bangunan yang sudah sangat tua, kini telah dibangun Masjid Besar Nurul Hilal Dato’ Tiro, sebagai perluasan dari masjid asli guna menampung lebih banyak jamaah dan kegiatan keagamaan.
Peran Masjid Dato’ Tiro dalam pengembangan Islam di Bulukumba pada periode 1605–1625 M tidak hanya sebagai pusat ibadah, tetapi juga sebagai tempat pendidikan dan dakwah Islam bagi masyarakat sekitar. Kini, lokasi ini menjadi salah satu destinasi wisata religi penting di Sulawesi Selatan.
Masjid ini dapat ditempuh sekitar 200 kilometer dari Kota Makassar menuju Kabupaten Bulukumba, dan sekitar 36 kilometer dari pusat kota Bulukumba menuju Kecamatan Bontotiro.
Angga Jw