Ribuan Massa Mengamuk Tolak Tambang Emas di Enrekang: “Jika Dipaksakan, Darah Akan Tumpah”
0 menit baca
LINTASMAKASSAR.COM, ENREKANG, Sulawesi Selatan — Gelombang perlawanan rakyat terhadap rencana pembukaan tambang emas kembali membara. Ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Lingkar Tambang menggelar aksi demonstrasi besar-besaran menolak kehadiran tambang emas yang direncanakan dikelola oleh CV Hadaf Karya Mandiri di Kabupaten Enrekang, Jumat (12/12/2025). Aksi ini menjadi sinyal keras bahwa rakyat Enrekang menolak dijadikan korban atas nama investasi.
Dengan mengusung isu provokatif namun sarat peringatan, “Enrekang Akan Jadi Lautan Darah Jika Tambang Emas Dipaksakan,” massa menyuarakan kekhawatiran serius terhadap potensi kerusakan lingkungan, konflik sosial, serta ancaman terhadap sumber kehidupan masyarakat. Isu tersebut mencerminkan akumulasi kemarahan publik atas minimnya transparansi dan dugaan pengabaian aspirasi warga oleh pihak-pihak terkait.
Aksi demonstrasi berlangsung di tiga titik strategis, yakni Kantor Bupati Enrekang, kediaman investor asing, serta Gedung DPRD Enrekang. Di setiap lokasi, massa melakukan orasi secara bergantian, membakar ban sebagai simbol perlawanan, dan menuntut pemerintah daerah serta wakil rakyat untuk menghentikan seluruh proses perizinan tambang emas tersebut.
Dalam orasinya, para demonstran menuding rencana tambang emas hanya akan memperkaya segelintir pihak, sementara masyarakat lokal dipaksa menanggung dampak ekologis dan sosial jangka panjang. Mereka menilai kehadiran tambang berpotensi merusak kawasan resapan air, lahan pertanian, serta mengancam keberlangsungan hidup generasi mendatang.
Aliansi Lingkar Tambang juga mendesak DPRD Enrekang agar tidak bersikap pasif dan segera mengambil langkah politik tegas dengan menolak rencana pertambangan tersebut. Massa memperingatkan bahwa pembiaran terhadap investasi yang merusak lingkungan sama artinya dengan pengkhianatan terhadap mandat rakyat.
Hingga aksi berakhir, demonstran menegaskan akan terus mengonsolidasikan kekuatan dan menggelar aksi lanjutan jika tuntutan mereka diabaikan. Penolakan ini bukan sekadar aksi jalanan, melainkan perlawanan terbuka rakyat Enrekang terhadap model pembangunan yang dinilai rakus, abai, dan mengorbankan masa depan daerah demi kepentingan modal.
Laporan : Bara



